
Untuk Materi Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) Kelas 6 Madrasah Ibtidaiyah semsester 2, terdiri dari 4 BAB
- BAB VI Sunan Kalijaga
- BAB VII Sunan Muria
- BAB VIII Sunan Kudus
- BAB IX Sunan Gunung Jati
Sunan Kalijaga
Biografi Sunan Kalijaga
Raden Sahid atau Sunan Kalijaga adalah putra Tumenggung Wilatikta. Kakeknya bernama Aria Teja atau Abdurrahman, seorang keturunan Arab yang bersambung silsilahnya dengan Saydina Abbas bin Abdul Mutalib, paman Rasulullah Saw. Raden Sahid dididik dalam lingkungan keluarga ibunya, Putri Nawang Arum yang berasal dari keluarga Bupati Tuban, Pemahamannya tentang sastra Jawa membuatnya mahir dan kelak meyampaikan dakwah lewat seni budaya.
Di usia remaja, Raden Sahid tumbuh menjadi ilmuan silat, dan remaja yang kontroversi di mata orang Tuban. Sisi lain Raden Sahid, ia banyak bergaul dengan rakyat jelata meski ia seorang putra bangsawan. Rupanya ia menyaksikan korupsi para pejabat pemerintahan yang memungut upeti kepada rakyat jelata. Melihat kondisi ini, Raden Sahid memperhatikan para pejabat yang sewenang-wenang atas kekuasaannya hingga mengambil paksa sebahagian harta mereka untuk diberikan kepada orang-orang yang membutuhkan. Apa yang dilakukan Raden Sahid diketahui ayahnya dan diusir agar hengkang dari rumah dan tinggal di hutan Jati Sari. Orang-orang di sekitarnya mengenalnya dengan julukan Lokajaya.
Perubahan drastis dalam pribadinya terjadi ketika ia merampas tongkat Sunan Bonang yang berdaun emas. Sunan Bonang menyayangkan sikap baiknya yang memberi rakyat jelata dari hasil pengambilan paksa harta orang lain. Kemudian Sunan Bonang menasehatinya “bagai berwudhu dengan air kencing” tindakannya yang berniat baik tetapi dilakukan dengan perbuatan kotor. Sunan Bonang pun menunjukkan kemampuannya mengubah buah aren menjadi emas. Peristiwa ini membuat Raden Sahid menyesali perbuatannya, belajar dan berusaha menjadi manusia yang agung sampai diangkat menjadi salah satu anggota Wali Songo. Nama Kalijaga dikaitkan dengan cerita perjalanannya bersama Syekh Siti Jenar ke beberapa tempat di Jawa untuk membersihkan tempat-tempat angker yang menjadi tempat pemujaan Dewa.
Ia mengawali dakwahnya di wilayah Cirebon, di desa Kalijaga untuk mengislamkan penduduk Indramayu dan Pamanukan. Setelah cukup lama berdakwah Sunan Kalijaga melakuka uzlah atau mengasingkan diri untuk beribadah selama tiga bulan di pulau Upih, Melaka, Malasyia. Kemudian melanjutkan kembali dakwahnya selama beberapa tahun menyiarkan Islam di Cirebon. Mula-mula ia menyamar sebagai marbot masjid Sang Cipta Rasa. Di masjid inilah ia bertemu Sunan Gunung Jati. Kemudian menikahkannya dengan Siti Zainab adik dari Sunan Gunung Jati.
Pernikahannya dengan Siti Zaenab, putri Syekh Datuk Abdul Jalil atau Syekh Siti Jenar, memiliki putra bernama Watiswara yang dikenal dengan Sunan Panggung, dan Sunan Panggunglah yang melanjutkan dakwahnya kelak.
Dakwah Sunan Kalijaga dalam mengembangkan Islam banyak melalui pertunjukan wayang sebagai dalang yang populer. Ia berkeliling dari satu tempat ke tempat yang lain mulai dari daerah kekuasaan Pajajaran hingga Majapahit. Sebagai imbalan dari warga yang ingin mengundangnya sebagai dalang dalam pertunujkan, upahnya cukup dengan membaca dua kalimat syahadat, dan tidak dipungut biaya sama sekali. Sunan Kalijaga juga merancang pakaian, dan merancang alat-alat pertanian.
Makam Sunan Kalijaga terletak di desa Kadilangu, kota Demak. Tak ada catatan dari naskahyang menceritakan tahun wafatnya. Ia merupakan tokoh yang berusia lanjut, mengalami tiga zaman sekaligus, Majapahit, Demak, Pajang hingga Mataram. Sunan Kalijaga dianggap sebagai pelindung kerajaan Mataram dan menjadi penasihat dalam kebijakan para sultan.
Peran Sunan Kalijaga dalam Mengembangkan Islam di Indonesia
- Menanamkan nilai-nilai Islam melalui Seni Wayang Di Masa Majapahit, pertunjukan wayang berkaitan dengan kegiatan keagamaan Hindu-Budha, dan menjadi sarana komunikasi yang efektif dengan masyarakat. karena itu, Sunan Kalijaga berdakwah melalui pendekatan seni dan kearifan lokal. Ia dan Wali Songo lainnya mereformasi seni wayang, diantaranya :
- Seni Wayang perlu diteruskan dengan perubahan-perubahan sesuai zaman.
- Bentuk wayang berupa arca-arca harus dirubah
- Merubah cerita dewa menjadi cerita yang mengandung jiwa Islam
- Cerita wayang berisi keimanan, ibadah,ahlak, dan sopan santun
- Pegelaran wayang diselenggarakan dengan tata cara sopan santun jauh dari maksiat
- Mengubah Tradisi, Budaya, dan Kearifan Lokal
Sebagai contoh, ia memasukan tokoh Semar dan anaknya yang bisa mengalahkan Dewa-dewa Hindu.
Tembang atau puisi tradisional Jawa, telah dijadikan media dakwah oleh Sunan Kalijaga. Beberapa tembang cukup dikenal masyarakat Jawa seperti Rumeksa Ing Wengi, tembang Lir-ilir memuat ajaran spiritual.
Dalam Pembangunan Masjid Agung Demak seiring berdirinya Kerajaan Demak tahun 1479 M melibatkan para Wali Songo. Sunan Kalijaga, adalah tokoh yang ikut terlibat langsung dalam pembangunan Masjid Agung Demak. Selain sebagai tempat ibadah arsitektur Masjid Demak berupa atap tumpang berbentuk limas, dan bersusun tiga, merupakan akulturasi arsitektur Islam dan Hindu-Budha sebagai kearifan lokal dalam mempertahankan kebudayaan Nusantara.
Sikap Positif dalam pribadi Sunan Kalijaga
- Tekun, istikamah, dan toleran
- Seniman kreatif punya banyak ide dan gagasan
Video Tembang Sunan Kalijaga
Tembang Lir Ilir
Lirik Tembang Lir-Ilir
Lir ilir, lir ilir (Bangunlah, bangunlah)Tandure wis sumilir (Tanaman sudah bersemi)
Tak ijo royo-royo tak senggo temanten anyar (Telah menghijau seperti pengantin baru)
Cah angon-cah angon (Anak gembala-anak gembala)
Penekno blimbing kuwi (Panjatlah pohon belimbing itu)
Lunyu-lunyu penekno (Walaupun licin, tetap panjatlah)
Kanggo mbasuh dodotiro (Untuk membasuh pakaianmu)
Dodotiro-dodotiro (Pakaian-pakaianmu)
Kumitir bedhah ing pinggir (Terkoyak pada bagian pinggir)
Dondomono jlumatono kanggo sebo mengko sore (Jahitlah dan benahilah untuk waktu sore nanti)
Mumpung padhang rembulane (Selagi bulan masih bersinar terang)
Mumpung jembar kalangane (Selagi masih banyak waktu luang)
Yo surako, Surak iyo…. (Ayo bersoraklah, sorakan iya…)
Makna Tembang Lir-Ilir
Makna dari Lagu Lir-Ilir adalah manusia harus bangun dari keterpurukan dan menjauhkan diri dari sifat malas yang ada dalam diri.
Dalam lagu ini, diri manusia itu dilambangkan sebagai “tanaman” yang sedang bersemi dan berwarna hijau.Ajakan untuk bangun adalah agar manusia berusaha supaya “tanaman” dalam diri kita dapat tumbuh besar. Apabila “tanaman” dalam diri kita tumbuh besar maka tentu saja manusia akan mendapatkan kebahagiaan layaknya pengantin baru yang tengah berbahagia.
Sementara itu, dalam lirik “cah angon” tersirat makna bahwa diri kita ini sebenarnya mampu membawa orang lain dan dirinya sendiri dalam jalan yang benar.
Adapun arti dari “pohon belimbing” dengan buahnya yang berbentuk seperti bintang dengan lima ujung adalah kiasan untuk Rukun Islam yang berjumlah lima. Lirik tersebut memberi gambaran bahwa memanjat pohon belimbing itu licin dan susah, namun sebagai umat Muslim, setiap orang harus tetap berusaha dalam rangka meraih Rukun Islam tersebut.
Selanjutnya, makna pakaian yang terkoyak bermakna umat manusia harus selalu memperbaiki iman dalam dirinya supaya kelak dapat siap ketika dipanggil oleh-Nya.
Di akhir lagu, lirik “Mumpung padhang rembulane, mumpung jembar kalangane” mengingatkan kita agar memperbaiki iman dalam diri selagi bulan masih menyinari bumi dan selagi waktu yang kita miliki di dunia masih banyak.
Kidung Rumekso ing Wengi
Kidung ini sebagai perlindungan dari gangguan jin jahat. Biasanya dinyanyikan untu menidurkan bayi